Jumat, 17 Februari 2012
manchester united vs manchester city,benci benci tapi rindu,..
Dua klub di wilayah Greater Manchester, Inggris itu memendam kebencian dalam bumbu persaingan dahsyat, musim ini. Manchester United dan City merindukan rivalitas sebagai 'doping' untuk terus mengatrol performa.
Ya, Manchester Merah dan Manchester Biru Langit menuntun rivalitas itu untuk menjadi yang terbaik di Inggris, juga Eropa. Duo klub itu benar-benar membuat wilayah metropolitan seluas 115,65 km² itu terbelah, musim ini.
Sebagian dari 498.800 jiwa --sesuai sensus 2010-- ada Manchester Merah di hatinya, sisanya Biru Langit. Derby Manchester pun semakin gegap gempita, mengalahkan duel apapun di pentas sepakbola Inggris mutakhir.
Tak salah karena nyaris sejak awal musim Premier League 2011-12, duo Manchester ini selalu menghuni posisi 1-2 klasemen sementara. Pasukan Sir Alex Ferguson dan Roberto Mancini kompak menyapu lawan satu per satu.
Bukan cuma itu. Secara positif, mereka juga kompak menyambar tiket Liga Champions. Tapi, negatifnya: mereka juga sama-sama terlempar dari fase grup Liga Champions, dan harus berlaga di kasta kedua kompetisi Eropa: Liga Europa.
Dua ajang ini menjadi harapan terakhir duo Manchester. Karena secara sehati pula, mereka gagal lolos ke final dua ajang lain yang diikuti yakni Piala Liga Inggris (Carling Cup) dan Piala FA.
Premier League
Siapa sangka, musim ini ManCity begitu perkasa. Tim sekuat MU dibuat repot oleh tim besutan Roberto Mancini. Memang tidak bisa dipungkiri, sejak klub ini dibeli taipan Timur Tengah dengan bendera konsorsium Abu Dhabi United Group, The Citizens menjelma sebagai salah satu klub kuat di Inggris.
Manajer MU, Sir Alex Ferguson pun mengakui kekuatan ManCity. "Dulu ManCity tidak pernah menjadi duri dalam daging. Setiap tahunnya, kami hanya bersaing dengan Arsenal, Chelsea dan Liverpool," kata Ferguson, tahun lalu.
Manajer asal Skotlandia itu sudah sadar sebelum perang musim ini dimulai. Dengan kemampuan mendatangkan sederet bintang berikut kekuatan finansialnya, Ferguson tahu pasti kekuatan The Citizens.
Prediksi Ferguson ternyata benar adanya. Hingga pekan ke-25, MU masih kesulitan menggeser ManCity yang kokoh di puncak klasemen.
ManCity telah mengoleksi 60 poin, sedangkan MU sementara berada di posisi 2 dengan koleksi 58 poin. Kedua tim ini tak boleh lagi terpeleset, jika satu kali kalah maka akan fatal akibatnya.
Liga Champions ke Europa
Berkat tangan dingin Mancini, ManCity bisa mencicipi atmosfer Liga Champions. Sayangnya, perjalanan City di turnamen antarklub paling bergengsi di Benua Biru ini tidak berjalan mulus.
City tidak bisa berbuat banyak setelah bergabung di grup maut bersama Bayern Munich, Napoli dan Villarreal. Dari enam kali laga Grup A, pasukan Mancini hanya memetik tiga kali kemenangan dan satu kali imbang serta dua kali menelan kekalahan. Hasil itu tak cukup mengantarkan City lolos ke babak 16 besar.
Sama halnya ManCity, MU juga bernasib sama di Eropa. Berada di Grup C, MU sebenarnya terdaftar sebagai tim unggulan. Tapi, hasil berkata lain.
Dari enam kali laga, MU hanya memetik dua kali kemenangan dan tiga kali imbang serta satu kali mengalami kekalahan. Raihan sembilan poin ternyata tak cukup mengantarkan MU melangkah ke babak selanjutnya.
Gagal di Liga Champions, duo Manchester ini akhirnya harus turun kasta dengan bermain di Liga Europa. Ternyata, mereka mampu menjalani laga perdana dengan hasil positif. MU dan City sama-sama memetik kemenangan di kandang lawan pada leg 1 babak 32 besar Liga Europa.
MU menang 2-0 di kandang jagoan Belanda, Ajax di Amsterdam Arena. Sedangkan City memetik kemenangan 2-1 atas tuan rumah FC Porto di Estadio Dragao.
Sempat diprediksi takkan tampil serius di Liga Europa, duo Manchester membalikkannya lewat hasil. Sepertinya, secara tidak langsung MU dan City memang menjadikan ajang ini untuk melestarikan rivalitas.
Apalagi, bagi MU yang menjadikan Liga Europa bak kepingan puzzle yang hilang untuk menyempurnakan potret sebagai klub besar dan elite Eropa. Ya, ajang yang dahulu bertajuk Piala UEFA ini menjadi satu-satunya trofi Eropa yang belum pernah diraih Setan Merah.
Jika sukses, MU akan bergabung dengan jajaran Klub-klub Eksklusif yang mampu memenangi Liga Champions, Piala Winners dan Piala UEFA. Lebih elite dan eksklusif lagi karena yang bisa masuk dalam level ini hanya tiga klub: Juventus, Bayern Munich dan Ajax.
Gagal di fase grup Liga Champions kali pertama sejak 1995, MU justru seperti ditakdirkan untuk menyempurnakan koleksi silverware di lemari. Dan inilah yang mengubah komitmen Ferguson.
"Jika MU juara, ini tetap akan menjadi raihan signifikan," kata Ferguson. "Karena memang memenangi setiap trofi di Eropa selalu signifikan."
"Tanpa hilang respek kepada tiga klub sebelumnya, trofi ini juga sangat penting bagi kami. Dengan sejarah kami yang selalu memenangi trofi setiap musimnya."
Ferguson pun mengakui kesalahan strategi dan dalam pemilihan pemain pada fase grup Liga Champions. Manajer 70 tahun ini berjanji takkan mengulanginya lagi.
"Saya takkan melakukan rotasi pemain lagi. Demi trofi Premier League dan Liga Europa, tentu saya akan memasang tim terkuat di setiap babak," lanjut Ferguson.
Perubahan komitmen ini tampaknya juga diikuti oleh City yang tak ingin ketinggalan dari tetangganya itu. Apalagi, trofi jadi pertaruhan nasib Mancini agar bisa bertahan di Etihad Stadium.
Saat kesempatan tinggal di dua ajang, maka duo Manchester itu harus memanfaatkan setiap peluang. Rivalitas di Premier League tampaknya akan berlanjut sampai musim berakhir pada 12 Mei 2012.
Kisah benci tapi rindu ini kian sempurna jika Manchester Merah dan Biru Langit juga dipertemukan di final Liga Europa. Catat, itu bukan mustahil terjadi di National Stadium, Bucharest, Rumania, 9 Mei 2012.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar